Memandangi anak-anak, bila poin itu bias dikatakan hobi, saat ini aku memilihnya untuk menjadi hobi.
Entah mengapa sekarang aku lebih sering memerhatikan mereka. Selalu ada saja tawa, meski sebenarnya hati ini gundah, deg-degan, dan khuatir. Bagaimana tidak?! Saat para guru sibuk mengeringkan lantai yang basah karena hujan, mereka malah asyik ‘memanfaatkan’ air itu untuk kejar-kejaran.
Melihat mereka berseluncur, berkejaran, hatiku was-was! Bagaimana kalau jatuh? Teratuk lantai ataupun bertubrukan dengan teman. Jujur Nak.. ibu khuatir.
Tapi ternyata wajah mereka tidak menunjukan rasa itu, mereka tetap riang berseluncur. Ehm…
Sampai akhirnya, kami membuat perjanjian. Mereka boleh tetap bermain asal tetap hati-hati dan dilarang menangis!
Tiga hari berteman air hujan yang bocor membuat kelas kami makin meriah! Belajar ditemani tetesan dari atap, bangku jadi lebih fleksibel (didesain guna menghindari tetesan), aku lebih sering di tengah-tengah mereka (karena bocor, posisi kelas melebar), dan anak-anak lebih senang lewat jalan yang basah…hahaha…
Sempat aku heran, mengapa mereka lebih suka lewat lantai yang tergenang air? Apa tidak risih ketika kaos kaki basah? Mereka benar-benar menikmati!
So selama musim hujan, kami para guru meminta anak-anak untuk melepas kaos kaki. Selain agar tidak bau, juga agar tidak kena penyakit air.
Anak-anak… selalu bisa memandang peristiwa dari sudut yang berbeda.
Hari keempat Alhamdulillah hujan tidak begitu deras, dengan kata lain tidak bocor dan tidak ada air yang tergenang. Syukur kupanjatkan pada Allah. Aku bias mendidik dengan lebih maksimal karena tidak lagi mengeringkan si air.
But… ternyata… anak-anak malah menjadi resah…
Saat istirahat, ada saja yang mereka lakukan! Tak sengaja numpahin air termos bekal dan mulai meratakannya di lantai! Uhhhfff.., kalau airnya sendiri nggak apa-apa, lha ini ada juga air bekal teman yang dipakai… parahnya pemilik air yang ‘tak sengaja’ ditumpahin merasa fine-fine saja… duuuuhhh…
So, acara berseluncur mulai menghiasi kelasku dan aku hanya bias memandangi mereka dengan tersenyum, meski juga kadang lebih banyak mengelus dada… hahaha…
“Kalau sudah main, dikeringkan lo ya…” pintaku.
“Iyaaa… “ sambil tersenyum.
Aku pikir, meminta mereka untuk membersihkan air akan membuat mereka urung untuk menumpahkannya. Tapi ternyata… untuk kesekian kalinya aku salah! Mereka malah berebut sapu pel (yang cuma satu) untuk mengeringkan lantai.
“Aku!”
“Aku!”
“Aku!”
Berebut…
“Gantian ya anak sholeh….”
Ehm… benar-benar dehh… kelasku ndak pernah sepi!
Hurriyah, penghujung November 2011