Salah satu tema pelajaran bahasa Indonesia kelas tiga adalah alat transportasi. Kompetensi yang harus dipelajari diantaranya rambu-rambu lalu lintas.
Agar pelajaran menarik, sebelum masuk bab ini saya memberi tugas anak-anak untuk membuat rambu lalu lintas dari karton. Bagaimana bentuknya tergantung kreasi mereka.
Di hari H, saya membagi kelas menjadi dua kelompok melalui undian dari kertas. Kelompok A dan B. Setelah membagi kelompok, kami berbagi daerah kekuasaan.
Kelompok A berada di utara sungai sedang kelompok B di selatan sungai. Tugas masing-masing kelompok adalah menyembunyikan harta karun yang sudah saya siapkan dan membuat petunjuk arah dari rambu-rambu lalu lintas. Lha harta karun ini harus ditemukan oleh kelompok lawan.
Yang paling sulit ditemukan dan memasang rambu-rambunya tepat adalah pemenang. Pemenang akan mendapat harta karun tersebut.
So, masing-masing kelompok berusaha menyembunyikan harta katun agar tidak bias ditemukan. Ada banyak trik yang mereka buat. Mereka membuat jalur melingkar dan berkelok-kelok yang dapat membuat lawan kesulitan, ada juga yang menyimpan harta karun di tempat yang tak terduga, atau membuat kesan kalau itu bukan tempat persembunyian si harta karun.
Berbicara harta karun, sebenarnya apa sih isi harta karun ini? Sebenarnya isinya sederhana, saya membelikan kue sejumlah anak dan membungkusnya di koran.
“Masing-masing kelompok siap?” tanya saya di lapangan atas.
“Siap!” jawab mereka serempak.
“Butuh waktu berapa menit untuk menemukan harta karun lawan?” tantang saya.
“Sepuluh menit,”
“Lima belas menit,”
“Pas nya berapa?” canda saya.
“Tiga puluh menit,” mereka menawar.
“Hadeuh, kok makin lama?” tanya saya.
“Ehm.. putaran pertama 15 menit dulu ya, kalau belum menemukan nanti ibu tambah waktunya”.
Setelah hitungan ketiga, kelompok A meluncur ke daerah kelompok B, begitu pula sebaliknya.
Saya mengikuti mereka sambil mengecek apakah rambu yang dipasang sudah tepat.
Lima belas menit pertama, belum ada yang berhasil menemukan.
“Bu sulit!”
“Panas,”
“Ayo semangaaaatttt!” saya meneriaki mereka.
“Kalau ndak ketemu, harta karunnya ibu ambil lagi lo,” canda saya.
“Ndaaaaakkkk….” teriak Maurice.
“Ayo dicari lagi, jangan sampai harta karun itu diambil bu Fauziah!” ia memberi semangat pada temannya.
“Ada Allah yang akan memberi kita petunjuk,”celetukan Azizah membuat saya tersenyum.
Mereka menyusuri jalan dan mulai mencari lagi.
“Bu, jangan diberi tahu!” teriak kelompok A, saat kelompok B memasuki daerah tempat menyimpan harta karun. Ini pula yang diteriakan kelompok B ketika kelompok A hampir menemukan.
“Iya, percaya ma Ibu, Ibu ndak mungkin memberi tahu,” dalam hati saya juga penasaran, lha wong ndak tahu dimana tempat menyimpannya malah dianggap tahu. Hehehe
Lima belas menit kedua, tuh harta karun belum ditemukan.
“Bagaimana? Nyerah?”
“Beluuuummm….” teriak mereka.
Saya kumpulkan mereka lagi untuk mengatur ulang strategi. Dari sini kami belajar bahwa membuat rambu lalu lintas tuh butuh pemikiran. Coba kalau rambu lalu lintasnya salah, berapa ratus orang yang nyasar? Hehehe. Trus dalam usaha menemukan harta karun perlu juga strategi, ketelitian, dan kekompakan. Saya sedikit menceritakan kasus detektif di TV TV.
Tak lama kemudian mereka kembali beraksi dengan semangat yang baru. Menemukan harta karun!
Lima menit berjalan, wajah-wajah itu semangat menyusuri semak. Lima belas menit, mulai capek. Sampailah mendekati pergantian jam.
“Diterusin nanti ketika istirahat ya, sekarang Ummi dulu,” ajak saya.
“Oiya, nanti kalau harta karunnya tidak ketemu, berarti tuh harta karun hak ibu lo ya…” canda saya lagi.
“Bu guru curang!”
“Lha aturannya gitu,” hehehe.
Setelah sepakat kalau game diterusin nanti istirahat saya segera menuju lantai dua, di kelas IB.
Dari jendela IB saya melihat beberapa anak masih berkumpul.
“Lho kok ndak segera pelajaran Ummi?” saya keluar pintu IB, hendak turun ke lantai satu.
Di depan pintu saya melihat salah satu murid saya di kelas tiga berjalan membawa kue.
Kue itu…
Kue itu…
Kue itu kan harta karun yang saya bungkus!
“Lho Mbak, dah ketemu harta karunnya?”
“Udah bu!” sambil tersenyum.
“Bagaimana caranya?” tanya saya, Ia lari sambil senyum.
Saya mempercepat langkah ke lantai satu. Penasaran. Di lantai satu, anak kelas III senyum-senyum.
“Ehmmm ckckckck,” saya tersenyum melihat mereka makan kue harta karun.
“Hebat sudah ketemu!”
“Iya dong bu!”
“Bagaimana tadi kok bisa ketemu?”
“Tadi kami sama-sama nyerah Bu, trus sepakat untuk memberi tahu.”
“Dari pada kuenya buat ibu lagi, lebih baik buat kita,”
Gubrak nih anak-anak! Cerdas dan kreatif! Hehehe…
Cerita Bulan Maret 2013 (baru sempet nulis ^_^)