“Bu Fauziah ada-ada saja!” protes muridku ketika kuminta menghitung awan, pohon kelapa, pohon pisang, buah pisang, dan bambu pagar.
Aku hanya tersenyum, melihat asyiknya mereka menghitung benda-benda itu. Ada yang langsung menulis, ada yang benar-benar menghitung, ada yang bolak-balik karena merasa tidak sama dengan teman-temannya.
“Awannya ada 33, kamu kok 50?”
“Lha aku hitung 50,”
“Punyaku 40,!” tak kupingkiri, aku tersenyum mendengarnya.
“Bu, yang benar yang mana?” menoleh ke arahku.
“Yang mana ya?”
“Bu Guruuuuuu, selalu deh!!!” memukul lembut ke arahku.
Ada yang ribut soal awan, ada pula yang pagar.
Anak-anak cerdas itu kuminta menghitung banyaknya bambu pagar yang dibuat untuk mengelilingi sawah. So bisa dibayangkan beberapa anak, berbaris sambil menghitung bambu itu satu-satu. Aku jaga-jaga di paling ujung, memastikan anak yang sudah tahu duluan tidak memberitahu yang lain.
“Bu, bambunya sepanjang itu yang dihitung?” aku menganggukan kepala. Mereka menarik nafas panjang.
“Selalu deh! Tugas dari ibu aneh-aneh!” hehehe maaf ya Nak, ibu ingin melihat cara kalian berpikir ^_^.
Awan, pagar, lain lagi ceritanya ketika menghitung buah pisang yang ada di pohonnya.
“Bu, pisang yang sebelah sana tidak kelihatan,” mengerutkan dahi.
“Aku bias mengira-ngira,” sahut yang lain.
“Satu, dua, tiga, empat, lima, enam, yang di bagian belakang itu berapa ya?” menghentikan hitungannya.
Ada juga yang protes, “Bu aku ngawur saja ya jawabnya,” jyaaa…
Ini karena meraka belum boleh turun ke sawah (suatu hari nanti kita turun ke sawah rame-rame ya). Dengan kata lainnya menghitung dari balik pagar bamboo dekat lapangan sekolah. Dari balik pagar saja mereka dah heboh, apalagi kalau terjun ke sawah.. hehehe…
“Ok deh yang kesulitan, boleh menghitung tandan pisangnya saja”
Pengalaman di atas adalah kisahku bersama anak kelas 1 SD ketika belajar berhitung. Maklum kelas satu, kan harus pakai benda konkret. Dan menjadi anugerah tersendiri, SD kami berada di dekat sawah. Ehm.. banyak sekali manfaat yang bias didapat dari cara sederhana itu. Mengetahui cara berpikir kreatif anak-anak, semakin dekat dengan mereka, bias menghirup udara segar, menikmati pemandangan sawah, perhatian dengan alam, dan …. Ada yang mau menambahkan? Silahkan.
Selamat berkreasi guru kreatif.
Malang, September 2011