Merenung, berpikir, mencari jalan keluar. Enaknya ngapain ya? Aku memikirkan tugas untuk materi kerukunan antar keluarga. Tugas yang unik yang bisa membuat keluarga rukun dan romantis. Hahaha…
Pandanganku terpaku pada seorang murid yang membuat cap tangannya di kertas.
Aha…
Akhirnya kutulis tugas rumah hari itu adalah membuat cap tangan dan cap kaki semua anggota keluarga di atas kertas. Bisa dibayangin bagaimana serunya?!
“Bu, adikku masih bayi, nanti dia rewel,” sahut Aca.
“Tugas ini dikerjakan bersama keluarga, jadi Mbak bisa minta tolong mama dan papa,”
“Bu kaki ayahku besar, nanti kalau kertasnya tidak cukup bagaimana?”
“Benar juga,” batinku.
“Ok, kalian bebas menggunakan kertas apapun,”
“Horeeee…”
“Bu, kalau orang tuaku tidak mau bagaimana?”
“Lha itu tugas kalian untuk merayu orang tua…” hahaha
“Ibuuuuu!!!”
Nggak nyentrik, nggak seru! upss…
Di hari pengumpulan, banyak sekali pengalaman seru yang mereka ceritakan.
“Ini yang megangi adik bayi papa, yang nggambar mama,” romantis kan? Hehehe.
“Mas yang menggambar kaki abi ini siapa?”
“Aku dan ummi,” ujarnya sambil tersenyum. Senang mendengarnya.
“Bu, akhirnya aku bisa menggambar tangan adik pas tidur!”
“Hebat,” pekikku. Sesuatu yang histeris harus dijawab dengan lebih heboh lagi, agar mereka senang.
Ada lagi kisah yang membuatku memegang kaki ups perut. Pagi itu ada salah satu muridku ke sekolah yang menunjukan kalau tangan dan kakinya berwarna pink.
“Kenapa mas?”
“Buat tugas cap tangan dan kaki,” sambil menyerahkan beberapa lembar cap tangan dan kaki anggota keluarga.
“Ooowww…”
“Bagus ya Bu,” aku menganggukan kepala mantab.
Umminya mendekatiku, “Bu tugasnya benar atau salah? Karena menurut saya, cap kaki ya kakinya di cap,” segera kujawab benar. Ini adalah orang tua terkreatif.
“Capnya pakai apa bu?”
“Pewarna makanan,” sambil tersenyum.
“Wah keren!” sahutku.
Ibu berjilbab itu, memegang tanganku sambil tersenyum kemudian tertawa, “Abi nya lucu bu,”
“Ada apa?” penasaran aku dibuatnya.
“Ketika sholat jamaah di masjid, jamaah lain bertanya-tanya mengapa kaki abi berwarna pink…” otomatis aku ikut tertawa.
“Trus dijawab apa Bu?”
“Dia menjawab, ndak papa pak, demi anak-anak,” kami berdua tertawa lepasssss… hahaha.. jawaban cerdas.
Uhhhffff… ternyata ndak hanya membuat keluarga makin akur, tapi juga bias membuat langsung terkenal. Hehehe ups…
“Bu, afwan nggih,” ucapku sebelum kami berpisah.
“Ndak papa-papa bu,” sambil terus tersenyum. Aku pun berusaha unntuk tidak terus-terusan senyum.
Malang, September 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
30 September 2011 pukul 06.10
seribu satu cara ,, tuk mencapai keselarasan n harmonis ( jd inget waktu , teori design busana,,hehehe) ,Jempol kanan,,"good idea"