twitter
rss

iStock_000004226527XSmall-300x225Bila melalui reward anak-anak bias menjadi lebih baik mengapa ada punishment?

Inilah yang menjadi acuan saya ketika mengajar. Namun setelah beberapa tahun mengajar sepertinya punishment penting juga! Lho kok?

Ceritanya…

Ehm ini sekedar sharing pengalaman saja.

Tahun 2010, saya membuat bintang prestasi di kelas. Bintang prestasi ini terdiri dari tiga warna, hijau, kuning, dan merah. Penilaiannya tidak hanya kognitif saja, tapi juga afektif dan psikomotorik.

Warna hijau untuk anak-anak yang aktif, sopan, berani maju, berani tanya atau menjawab, dan yang dapat nilai di atas 80. Dengan kata lain ini adalah bintang prestasi.

Warna kuning untuk anak yang lupa belum mengerjakan PR, buku ketinggalan, dan yang alat tulisnya ketinggalan.

Sedang warna merah untuk yang hari itu mengganggu teman.

Lha pikiran punishment bermula dari sini, ketika anak-anak tanya, “Bu, kalau bintang merahnya banyak hukumannya apa? Kalau bintang hijau banyak dapat hadiah? Atau bu kalau bintang kuningnya banyak bagaimana?

Yang bintang hijaunya banyak jelas bakal dapat reward, karena memang yang bersangkutan berhak menerima hadiah.

Hadiah ini pun sebenarnya adalah tugas terselubung ^_^. Apa hadiahnya?

Dekatkan Cita-Cita Anak dengan Profesi Dokter

pagi ini, karena kangen dengan anak-anak.. saya membuka file foto. ee.. nemu nih foto..:)

Warna-Warni Kolase


1DSCN6520DSCN6535setelah sukses membuat kolase di kertas dan gerabah, sekarang saya mencoba memberikan tantangan ke anak-anak untuk membuat kolase di piring plastik..
bahan yang digunakan harus bahan bekas dan dari alam...
alhamdulillah hasilnya cukup memuaskan ;)

ImageSalah satu tema pelajaran bahasa Indonesia kelas tiga adalah alat transportasi. Kompetensi yang harus dipelajari diantaranya rambu-rambu lalu lintas.

Agar pelajaran menarik, sebelum masuk bab ini saya memberi tugas anak-anak untuk membuat rambu lalu lintas dari karton. Bagaimana bentuknya tergantung kreasi mereka.

Di hari H, saya membagi kelas menjadi dua kelompok melalui undian dari kertas. Kelompok A dan B. Setelah membagi kelompok, kami berbagi daerah kekuasaan.

Kelompok A berada di utara sungai sedang kelompok B di selatan sungai. Tugas masing-masing kelompok adalah menyembunyikan harta karun yang sudah saya siapkan dan membuat petunjuk arah dari rambu-rambu lalu lintas. Lha harta karun ini harus ditemukan oleh kelompok lawan.

Yang paling sulit ditemukan dan memasang rambu-rambunya tepat adalah pemenang. Pemenang akan mendapat harta karun tersebut.

So, masing-masing kelompok berusaha menyembunyikan harta katun agar tidak bias ditemukan. Ada banyak trik yang mereka buat. Mereka membuat jalur melingkar dan berkelok-kelok yang dapat membuat lawan kesulitan, ada juga yang menyimpan harta karun di tempat yang tak terduga, atau membuat kesan kalau itu bukan tempat persembunyian si harta karun.

Berbicara harta karun, sebenarnya apa sih isi harta karun ini? Sebenarnya isinya sederhana, saya membelikan kue sejumlah anak dan membungkusnya di koran.

“Masing-masing kelompok siap?” tanya saya di lapangan atas.

“Siap!” jawab mereka serempak.

“Butuh waktu berapa menit untuk menemukan harta karun lawan?” tantang saya.

“Sepuluh menit,”

“Lima belas menit,”

“Pas nya berapa?” canda saya.

“Tiga puluh menit,” mereka menawar.

“Hadeuh, kok makin lama?” tanya saya.

Bila melalui reward anak-anak bisa menjadi lebih baik mengapa ada punishment?


Inilah yang menjadi acuan saya ketika mendidik. Perlu pertimbangan berulang kali ketika harus memberikan punishment. Pentingkah? Namun setelah beberapa tahun mengajar sepertinya punishment penting juga!

Tahun 2010, saya membuat bintang prestasi di kelas. Bintang prestasi ini terdiri dari tiga warna, hijau, kuning, dan merah. Penilaiannya tidak hanya kognitif saja, tapi juga afektif dan psikomotorik.

Warna hijau untuk anak-anak yang aktif, sopan, berani maju, berani tanya atau menjawab, dan yang dapat nilai di atas 80. Dengan kata lain ini adalah bintang prestasi.

Warna kuning untuk anak yang terlambat, seragam kurang lengkap, buku ketinggalan, dan yang alat tulisnya ketinggalan.

Sedang warna merah untuk yang hari itu mengganggu teman serta yang lupa mengerjakan PR.

Image

"Bu, anak kelas II dan III berantem, mereka gedor-gedor dinding!" lapor beberapamurid perempuan.

Dinding? Dalam hati saya berdoa, semoga mading kelas III tidak berantakan.

"Iya bentar lagi ibu ke sana," jawab saya, segera menyelesaikan koreksi.

Anakku, anakku...

Lima meni tkemudian, beberapa anak kelas III (saya wali kelasnya) datang ke kantor guru.

"Bu Fauziah, Bu Fauziah..,"

"Ya?"memasang wajah marah, bersiap mendengar curhatan mereka kalau baru berantem.

"Bu, tadi kami pijat gratis!" teriak Hilmi.

"Pijat gratis?" tanya saya.

Salah satu yang menjadi tragedi bagi seorang guru adalah ketika suara hilang. Tiba-tiba mengecil, serak, dan tak bisa didengar.

Awal Ramadhan 2012, pagi hari setelah bangun tidur, saya tak menemui suara saya seperti biasa. Hilangnya suara yang tak hanya sehari atau seminggu, tapi satu bulan lebih!

So bagaimana mengajarnya?

Sepanjang pagi sampai menjelang jam mengajar saya terus berpikir. Apa yang harus saya lakukan? Nanti kalau anak-anak tidak memperhatikan bagaimana?

“Hari ini saya belajar banyak hal dari si Cerdik, saya pikir karya si Pintar punya si Cerdik karena hari Selasa saya siapin botol, tusuk sate, malam, lakban, kresek dll. Malah dia tidak membawa kertas emas. Ada rasa kecewa.”

Kubaca SMS salah satu wali murid dengan hati sesak. Jariku menekan beberapa tuts huruf di Hape, mengatur kalimat jawaban. Namun…

“Bu Fauziah, rapat,” teriakan satu guru membuat kalimatku terputus. Aku berjalan menuju ruang kepala sekolah untuk rapat rutin mingguan.

“Begitu tahu karya si Cerdik tidak lebih bagus dari si Pintar, tapi mungkin ada imajinasi lain di kapal si Cerdik yang tidak kita tahu, yang buat saya trenyuh,”

Perasaanku ndak karuan, ingin kubalas SMS tersebut dan menjelaskan runtutan kejadian, satu pengalaman yang membuatku bangga dengan si Cerdik. Akhlak mulia yang kutemukan pada dirinya beberapa bulan ini. Namun, kondisi rapat membuatku mengurungkan niat tersebut.

***

bismillah...

tiba-tiba keinget kamera ketika ngeliat anak kelas 2 asyik belajar ^_^

so jepret deh...hehehe







setelah berulang kali membuktikan betapa efektifnya menulis target bulanan dan harian. saya mencoba menerapkan kebiasaan ini pada murid-muri. untuk awal mereka menulis apa yang akan dilakukan dalam satu hari. pekan berikutnya, menetapkan agenda mingguan.

alhamdulillah banyak yang merasakan manfaatnya, bahkan ada yang tidak menyangka kalau seminggu sebelumnya mereka menulis rencana itu.