Tak terasa sudah satu tahun empat bulan saya bekerja di SDIT As Salam, satu SD yang tak kusangka akan menerimaku sebagai salah satu guru. Kok tak kusangka? Iya, dengan kemampuan agamaku yang minim, kadang masih sering futur, dan tingkah laku yang nggak feminin sekali. Hehehe.
Buanyaaakk yang harus kusyukuri, dengan menjadi salah satu keluarga di SD ini, diantaranya adalah lingkungan laki-laki perempuan yang terjaga, sholat dhuhur berjamaah, yayasan dan kepala sekolah yang memfasilitasi ide-ideku, murid-murid yang subhanallah, serta yang agak mengagetkan: tak kusangka putra ustadz tempat aku mengaji juga daftar di SD ini. Bismillah, semoga diri ini bisa menjaga amanah dan tidak “iseng” lagi.
Awal mula mengenal SD yang terletak di jalan Bendungan Saguling ini adalah ketika seorang dosen menelepon dan meminta tolong untuk mencari lulusan S1 PGSD untuk menjadi guru. Saya pun menawarkan diri. Saya masih ingat betul, saat itu hari Rabu, 3 Februari 2010.
Akhirnya keesokan harinya, hari Kamis (4 Februari) kami bertemu. Setelah mengobrol, beliau meminta saya menghadap bapak ketua jurusan di Pendidikan Luar Sekolah (PLS). Saya pun menemui beliau dan berbincang-bincang. Saat itu saya hanya menyerahkan CV, karena ijazah belum jadi. Setelah membaca CV, saya diminta untuk menemui kepala TKIT. Tahun Februari 2010 SD belum didirikan.
Keesokan harinya, hari Jum’at (5 Februari) saya menemui kepala TK, menyerahkan CV dan surat lamaran. Setelah membaca, menanyai alasan mengapa saya ingin menjadi guru SD dan meminta saya membaca Al-Qur’an beliau memutuskan untuk menerima. Saat itu ijazah saya saat itu belum jadi. Peristiwa ini terjadi tepat dua minggu sebelum saya wisuda. Diterima dengan modal lima lembar CV.
Rasanya begitu cepat dan tak terduga, proses itu begitu singkat. Rabu ditelepon dosen, Kamis bertemu dosen, Kamis itu pula menemui seorang Kajur di FIP, Jumat memberikan lamaran kepada kepala sekolah, Sabtu launching SD (6 Februari 2010), dan Senin sudah mulai masuk kerja di TK. Kok TK? Karena SD baru buka Juli 2010 ^_^.
Di TK, bukannya saya yang mengajar tapi malah saya yang belajar. Kok? Iya, saya belajar dari anak-anak. Bagaimana ceritanya? Begini ceritanya…
TK sekarang jauh beda dengan TK saya jaman dulu, dulu saya di TK tidak mempunyai banyak teman, paling hanya beberapa sahabat. Karena teman-teman banyak yang membuat blok alias kelompok. Biasanya yang dipilih yang cantik, pinter, pokoknya punya kelebihan. Trus lagi, TK adalah sekolah pualiiiiiiiiiing menyeramkan bagi saya, hiks.. kalau ingat jaman dulu. Hampir setiap pulang sekolah selalu nangis, kadang ibu bingung mencari tukang pijet. Mengapa? Bullyingnya puaraaaaah banget. Apalagi saat itu saya termasuk siswa yang kecil bin imut, jadi sering dihajar sampe memar. Parahnya tidak ada pembelaan sama sekali! Apalagi nomer absen saya dengan yang Mr. Big berurutan depan belakang. So, diri ini tak pernah absen dari pukulannya. Trus jaman dulu aku orangnya penakut dan pendiam, ndak berani bilang ke guru. Pinginnya sih guru-guru tahu kalau saya ini murid yang tersiksa. Hehehe.. ah sudahlah, itu dulu.
Lha SD, harapanku bisa berpisah dengan Mr. Big yang mengerikan itu, lha kok malah satu SD, satu kelas, nomer absen tetep urut. masyaAllah tersiksa lagi!
SDku termasuk SD favorit jadi tidak heran kalau banyak teman-teman yang sekolah di sana juga. Jadi bisa dikatakan saya tidak betah sekolah ketika di TK dan SD. Tapi mau gimana lagi, orang tua memilih sekolah di situ.
Yang tidak dapat saya lupakan sampai sekarang adalah –memang kenangan buruk lebih lama melekat dari pada kenangan menyenangkan- ketika ulangan semester dan ulangan-ulangan yang lain yang tempat duduknya berurutan, Mr. Big selalu mengancam akan menyiksa sepulang sekolah, kalau saya tidak memberi contekan. Parahnya dia selalu bilang, “Woi teman-teman, punyaku dicontoh Fauziah,” hwuaaa parah banget sih?!!!! Jujur penasaran saya ma tuh orang, sekarang ketika besar jadi apa. Uhf musuh bebuyutan…( maaf emosi, kalo ingat- tarik napas panjaaaang sabar Zie!). Alhamdulillah sebelum kelas enam dia pindah sekolah.
Waduh jadi curhat masa TK dan SD, ok kembali ke TK tempat saya mengajar. Jujur saya mualuuu melihat anak kecil yang dah punya banyak hapalan Al-Qur’an, yang akrab banget dengan teman-temannya, yang selalu dibela guru ketika ada yang nakal. Saya iri! Benar-benar iri!
Pernah suatu hari ketika menemani anak-anak main ayunan, karena jumlah ayunan yang terbatas, jadi harus antri. Lha saat itu ada salah satu murid yang berkata, ”Sudah yuk, kasihan itu yang nunggu lama,” mereka pun bergantian dengan akur, tanpa berebut. Kalau saya dulu, sebelum istirahat, sudah ada yang “manjer” atau memesan dulu (dengan paksaan) alat bermainnya. Uhhhff benar-benar masa kecil kurang bahagia.
Lagi, saat istirahat pasti ada sessi bagi kue di antara murid-murid, selain mendapat dari sekolah biasanya anak-anak juga membawa dari rumah. Lha berapapun banyaknya kue yang mereka bawa dari rumah, pasti di sekolah ditawarkan ke teman-temannya dulu sebelum dimakan. Pernah ketika ada yang membawa kue sedikit, mereka motong kecil-kecil sampe kebagian semua. Subhanallah nih anak. Dulu, jangankan bagi, kalau ada yang bawa kue lebih pasti makannya sembunyi. Hahaha… soalnya kalau ketahuan Mr. Big pasti diambil.
Satu cerita lagi, ketika ada seorang anak berkata kasar, temannya pasti mengingatkan, “hei baca istighfar tiga kali,” anak yang berkata kasar tadi pun menuruti. Seperti dalam negeri dongeng, untukku dengan latar belakang orang desa korban penyiksaan.
Itu pengalaman pertama menjadi guru TK, trus SD? Sebelum di As Salam, saya dua tahun di SDN Sumberpucung VII. Ada banyak kenangan dengan murid-murid di Sumberpucung, ceritanya insyaAllah lain waktu, sekarang saya cerita yang di As Salam dulu.
Dulu, ketika puertamaaaa menata kelas, ketua yayasan, Pak Rusli Efendi (ayahanda trainer Pak Arif Alamsyah) langsung menelepon saya, “Bu Fauziah, yang diperlukan di kelas apa saja?” saya pun menyebutkan komponen kelas dalam imaji saja, meja, pojok baca, papan bintang, papan karya, tipe papan tulis, almari, dll. Dan Subhanallah beliau benar-benar memesankan semua itu. Untuk orang yang bau kencur seperti saya, yang baru lulus kuliah, sungguh hal ini sangat mengharukan (terimakasih untuk keluarga besar As Salam). Jarang-jarang ada orang senior dengan banyak pengalaman minta pendapat ke yang lebih junior dan menyetujui. Pengalaman dulu sering takut untuk berpendapat, karena pasti tidak didengar. Hehehe…
Murid-murid bagaimana? Alhamdulillah murid-murid saya aktif semua, bahkan kadang guru sudah KO, anak-anak masih enerjik. Hehehe… banyak cerita seru dengan anak-anak yang saya sayangi karena Allah ini. Pertama kali yang tahu kaca mata ganti adalah mereka, padahal berminggu-minggu saya bertemu dengan ratusan teman, tapi yang sadar dengan perbedaan kacamata malah anak-anak (kemarin beli, hari ini mereka dah bisa nebak). Bukannya apa-apa, hanya merasa mereka sangat memerhatikan^_^.
Anak-anak selalu tahu bagaimana perasaan saya setiap hari, padahal saya tidak pernah curhat! Mereka bisa menebak, kapan saya senang, kapan ada masalah, kapan sakit, bahkan kapan sedih. Kalau sakit, pasti rebutan mijit. Trus, hampir setiap hari saya selalu mendapat hadiah dari mereka, mulai dari permen, jeruk nipis, sampai kado rapi. Hehehe. Kadang saya merasa bersalah, saya lo tidak segitunya perhatian. Hiks.. maafkan ibu ya Nak…
Ada banyak air mata di SD ini, air mata bahagia tentunya ^_^. Beda dengan dulu pas kecil, air mata kesakitaaaannnn T_T.
Manfaat yang saya peroleh dari pengalaman di atas adalah
- Belajar SAMA SEKALI tidak memandang miring kepada semua murid, semuanyaaaa harus adil! Karena kita tidak tahu seperti apa kita nantinya. Allah pasti punya rencana di balik jalan cerita kita. Dengan kata lain, setiap anak unik dan pasti punya kelebihan, tidak mungkin manusia diciptakan tanpa skenario terbaik dari Sang Pencipta. Siapa diri kita nanti tidak ada yang tahu bukan? Bisa jadi ketika kecil pintar besar tidak, atau sebaliknya. Roda terus berputar.
- Harus lebih menyayangi anak secara adil ^_^
- Berusaha mendoakan mereka dengan doa yang berbeda-beda. Maksudnya, biasanya kita berdoa , “Ya Allah semoga murid-muridku pintar semua,” lha sekarang harus diubah, karena setiap anak mempunyai kebutuhan berbeda, “Ya Allah semoga Azizah menang lomba”, “Ya Allah semoga Lala bisa dapat tiga besar di sekolah”, “Ya Allah, semoga Arum bisa lancar membaca”, dan lain-lain, teman-teman yang lebih tahu kebutuhan masing-masing murid.
- Guru adalah teladan bagi murid-muridnya. Jadi selama di depan mereka, harus bisa memberikan contoh yang terbaik, kalau melarang murid merokok, ya jangan merokok. Kalau meminta membuang sampah pada tempatnya, ya harus benar-benar membuang sampah pada tempatnya. Kalau ndak pingin anak-anak iseng yang jangan iseng, hehehe inilah yang agak sulit. Semoga bisa ndak gemes ketika melihat mereka:D. bukankah semuanya bisa berubah (perlahan ya…).
- Anak-anak adalah amanah Allah dan amanah wali murid, guru adalah pelayan, semoga kita termasuk yang bisa memegang amanah ini. Salut dan salam hormat dari saya untuk guru-guru yang mengajar di daerah terpencil. Pasti beliau-beliau ini lebih hebat dan lebih kreatif.
- Ada yang mau menambahkan? Silahkan…
Hurriyah, 6 Juli 2011