twitter
rss


(Alhamdulillah Juara II KKTM Pendidikan Wilayah C –Jawa Timur, Madura, NTT, dan NTB, 2008)


Fauziah Rachmawati, Syilviantia Najma, Tutik Sri Wahyuni


Universitas Negeri Malang


     

 


RINGKASAN

Remaja autis adalah bagian dari masyarakat yang mempunyai kekhasan sendiri. Fenomena autis terjadi pada individu akibat gangguan pada kondisi saraf biologis (Neuro - Biological Disorder). Penelitian menunjukkan jumlah penderita autisme meningkat dari tahun ke tahun. Kajian tentang autis sebagaimana kajian individu yang lain tidak dapat dilepaskan dari komponen-komponen hidup manusia sebagai individu. Salah satu komponen yang dimaksud antara lain perhatian individu terhadap seks. Penelitian menunjukkan bahwa pada individu dengan berkebutuhan khusus (Special Needs Individuals), dalam hal ini autis, juga terjadi perkembangan yang kurang lebih sama dengan individu normal lainnya khususnya pada perkembangan pubertasnya. Banyak contoh di mana remaja autis yang belum mengerti hal-hal yang berkaitan dengan seks. Misalnya saja seorang perempuan di SD Autis, pernah suatu kali saat haid, dia membawa pembalut dan berlari-lari. Peristiwa ini tentunya kurang pantas bagi kebanyakan remaja pada umumnya. Berdasarkan deskripsi tentang perkembangan seksual remaja autis maka, dapat disimpulkan bahwa perilaku seksual individu autis sebenarnya tidak terganggu, tetapi ekspresi mereka yang mencerminkan ketidak-matangan perkembangan sosial dan emosional mereka. Secara umum masyarakat beranggapan bahwa sosialisasi tentang pendidikan seks masih menjadi hal yang tabu dan tertutup di dalam tatanan masyarakat Indonesia. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, maka perlu adanya pendidikan seks bagi remaja autis dengan strategi pembelajaran yang tepat mengingat penanganan anak autis memang cukup berat. Strategi pembelajaran pendidikan seks untuk remaja autis diperlukan karena pada pendidikan seks tingkat sekolah dasar dapat menjadi basis penting bagi pola seks mereka di masa mendatang.

Adapun rumusan masalah karya tulis ini adalah: Bagaimana strategi pembelajaran pendidikan seks untuk anak autis di tingkat sekolah dasar pada level basic, level intermediate, dan level transisi/advance? Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan karya tulis ini adalah untuk mengembangkan strategi pembelajaran pendidikan seks untuk anak autis di tingkat sekolah dasar pada level basic, level intermediate, dan level transisi/advance. Karya tulis ini diharapkan dapat memberikan manfaat  bagi bagi orang tua anak autis, pendidik di sekolah, masyarakat, maupun bagi pemerintah sehingga mendapat pengetahuan kepada tentang strategi pembelajaran pendidikan seks pada tingkat sekolah dasar serta meningkatkan kesadaran dan kepedulian terhadap pendidikan seks untuk remaja autis.

Beberapa pokok  yang perlu ditelaah antara lain mengenai pengertian remaja autis, beberapa faktor yang menyebabkan seseorang dapat mengalami keautisan di antaranya yaitu faktor biologis seperti faktor genetik, gangguan pada fungsi otak (Neuro - Biological Disorder) yaitu pada lobus temporal tepatnya di gyrus temporalis superior, sistem limbik, amygdala, hippocampus, dan serebelum. Sedangkan faktor psikologis yang dapat menyebabkan seorang remaja yang memiliki potensi keautisan menjadi autis adalah media elektronik visual karena interaksi antara remaja dan orang tua semakin berkurang. Beberapa karakteristik penyandang autis adalah mengalami perkembangan komunikasi yang lambat, masalah pada interaksi sosial, gangguan sensoris, pola bermain yang berbeda dengan individu normal, dan perilaku hipoaktif maupun hiperaktif, serta perkembangan emosi yang lambat.

Pada remaja autis juga terjadi perkembangan seksualitas yang kurang lebih sama dengan individu yang tidak mengalami gangguan perkembangan. Mereka mengalami perubahan emosional, fisik dan sosial yang hampir sama. Strategi pendidikan seks remaja autis tingkat SD merupakan komponen yang perlu diperhatikan dalam penggunaan strategi penyampaian, yaitu media pembelajaran, interaksi peserta didik dengan media, dan bentuk (struktur) belajar mengajar. Pendidikan seks untuk anak autis harus mencakup level komunikasi, kemampuan sosial, kemampuan kognitif, kemampuan konseptual, dan aspek-aspek lain dari fungsi personal.

Strategi pembelajaran pendidikan seks bagi anak autis merupakan suatu metode dalam interaksi edukatif antara peserta didik dan pendidik dalam mengembangkan kemampuannya secara optimal berkenaan dengan seksualitas yang merupakan integrasi dari perasaan, kebutuhan dan hasrat yang membentuk kepribadian unik seseorang, dan mengungkapkan kecenderungan seseorang untuk menjadi pria atau wanita.

Strategi pembelajaran pendidikan seks pada anak autis ini, haruslah menggunakan metode yang tepat sehingga anak benar-benar memahami yang harus dilakukan. Strategi yang diberikan juga bertingkat sesuai level perkembangan remaja autis yang dibagi dalam tiga level, yaitu basic, intermediate, dan transisi atau advance.  Dikarenakan perkembangan anak autis mengalami beberapa gangguan, maka pendidikan seks secara umum meliputi: Sistem reproduksi manusia, hubungan pria dan wanita, termasuk etika dalam bergaul, nilai-nilai moral dan agama, peran gender, pilihan gender, aktivitas seks, termasuk yang non hubungan seks, kontrasepsi, penyakit yang ditularkan oleh hubungan seks, kehamilan dan hal-hal yang terkait (aborsi, adopsi, merawat bayi atau anak, pola asuh, dan lain-lain), menolak ajakan hubungan seks bebas, dan masalah kelainan seks. Sedangkan metode pembelajaran yang dapat digunakan antara lain metode demonstrasi dan sosiodrama atau role playing. Media untuk pembelajaran pendidikan seks  remaja autis di sekolah juga banyak ragamnya, antara lain, kartu bergambar, benda konkret, foto keluarga, binatang kartu telpon, VCD, guru, tape recorder, televisi dapat dipilih yang relevan dengan kondisi anak dan lingkungan alam sekitarnya.

Sebagai contoh, penanganan untuk remaja autis umur 10-14 tahun dilakukan secara one-on-one atau sifatnya individual. Aktivitas yang dilakukan untuk remaja autis level basic adalah melakukan kontak mata selama beberapa detik, disertai dengan kepatuhan anak, menunjuk bagian tubuh, menggunakan benda konkret (misal: baju) dan anggota badan dalam pembelajaran, menggunakan kartu gambar dalam pembelajaran. Karena kemampuan bicara remaja autis yang terbatas maka pendidik perlu menyediakan kartu, gambar atau menggunakan isyarat dalam memberikan bimbingan dengan jari tangan.

Penanganan dilakukan secara one-on-one atau sifatnya individual dan dalam kelompok kecil untuk remaja autis level intermediate. Aktivitas yang dilakukan adalah melabelkan objek berdasarkan fungsinya, menggunakan benda konkret (misal: baju) dan anggota badan dalam pembelajaran, menggunakan kartu gambar dalam pembelajaran. Sedangkan untuk remaja autis pada level transisi atau advance, penanganannya dilakukan dalam kelompok besar. Aktivitas yang dilakukan, adalah anak diminta untuk menjawab pertanyaan dengan penggunaan kata “mengapa”, anak diajari untuk mengantri dalam menunggu giliran, dan anak diminta untuk bercerita tentang sesuatu, serta menggunakan benda konkret (misal: baju) dan anggota badan dalam pembelajaran dan menggunakan kartu gambar dalam pembelajaran

Mengingat pentingnya pendidik seksual bagi anak autis ini maka perlu kiranya orang tua, pendidik, masyarakat, dan pemerintah perlu ikut bekerjasama dalam penanganannya sehingga setelah dewasa anak dapat berinteraksi dengan masyarakat di sekitar lingkungannya serta agar memiliki kesadaran dan menghargai diri sendiri dipandang secara seksualitas serta memahami makna norma masyarakat mengenai prilaku seksual yang pantas di lingkungannya serta berkembang menjadi pribadi yang utuh.

Direkomendasikan kepada orang tua antara lain untuk mengamati pola perubahan dan perkembangan fisik maupun emosional anak autis sejak dini, terutama ketika anak memasuki usia pubertas. Hal yang dapat dilakukan guru adalah menanamkan norma-norma susila yang berlaku di lingkungan mereka. Masyarakat sebagai wadah lingkungan anak autis untuk berkembang secara sosial hendaknya lebih peduli ketika remaja autis sedang ada masalah, dan ikut menjaga, dalam arti siap bila diperlukan dalam memberikan bantuan. Sedangkan pemerintah perlu memberikan kebijakan yang bersifat pemberian layanan dan fasilitas serta memberikan payung hukum atau legislasi yang jelas terkait pendidikan seks dan juga perlindungan terhadap tindak kriminal seksual terhadap remaja autis.

0 komentar:

Posting Komentar