“Semoga Allah memberi saya rejeki yang halal, apapun yang masuk ke perut saya adalah makanan yang halal. Apabila saya makan makanan dari hasil yang tidak halal, semoga saya tidak semakin kenyang tapi semakin lapar.” Inilah doa yang sering saya dengungkan saat menjadi guru.
Bukan tanpa sebab. Ada beberapa pengalaman yang membuat saya mengucapkan kalimat itu.
Pernah suatu hari, kepala sekolah meminta saya membubuhi stempel di laporan BOS yang super tebal. Saya terima buku BOS dengan hormat dan mulai membubuhi.
Namun tiba-tiba hati saya berkata, “kalau BOS ini benar, semoga saya bisa menyelesaikan tugas dengan baik, tapi kalau sebaliknya semoga saya melakukan kesalahan,” entah darimana celetukan itu datang.
Saya memberi stempel dengan santai, karena pemberian stempel ini bukan hal baru. Cara memberi stempel dari dulu sama, dibubuhkan di sebelah kiri tanda tangan.
Tapi apa yang terjadi?